Rabu, 04 November 2009

skema jurnal penelitian

Nama : Nurul Fajri Ramdani
NIM : 0708790

Aplikasi Penggunaan ZPT pada Perbanyakan Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) secara vegetatif

A. Rumusan masalah
• Bagaimana pengaruh penggunaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) dalam usaha perbanyakan secara vegetative (stek pucuk)
B. Tujuan
• Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) dalam usahap perbanyakan secara vegetative
C. Kerangka teoritis
















D. Hipotesis
Penggunaan Rootone F mampu menginisiasi akar pada tanaman berkayu pada konsentrasi 100-200 ppm dengan perendaman minimal 1 jam dan maksimal 20 jam pada tanaman yang sulit terinisiasi akarnya

E. Pengumpulan data
Penelitian dilakukan di Pembibitan Kebun Raya ‘Eka Karya’ Bali – LIPI dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Kelompok I adalah konsentrasi ZPT (Rootone F: 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm). Kelompok II adalah waktu pengamatan 30 hari setelah tanam (hst), 60 hst, 90 hst dan 120 hst. Masing – masing perlakuan dengan tiga ulangan.
Alat dan Bahan :
• Stek pucuk Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) dengan jumlah daun yang seragam sekitar 5 – 7 helai daun
• Larutan Rootone F (Rootone F: 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm)
• Pot berdiameter 10 cm
• Media akar kadaka:pakis:arang, perbandingan 2:2:1 (Putri, dkk. 2006).
• Plastik
Cara kerja :
a. Bahan hidup yang digunakan adalah stek pucuk Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) yang telah direndam larutan Rootone F dengan berbagai konsentrasi selama satu jam.
b. Ditanami kedalam pot.
c. Untuk melindungi Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) agar tidak terpapar matahari secara langsung sekaligus menjaga kelembaban, Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) disungkup dengan plastik, dilakukan penyiraman secara teratur atau sesuai kebutuhan dan menempatkan pot – pot di nampan yang digenangi air.
d. Pengamatan dilakukan dengan parameter jumlah tunas dan tinggi tanaman termasuk pula faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban udara.

Data yang diambil dari penelitian ini diuji menggunakan analisis Varian dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur dengan tingkat signifikansi 0,05 menggunakan paket program SPSS for Windows Release 11.0, sedangkan untuk pengaruh factor lingkungan dianalisis secara deskriptif.

F. Analisis data
Pengaruh aplikasi Rootone F terhadap jumlah tunas pada pertumbuhan Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) menunjukkan ada beda nyata antar masing – masing perlakuan terhadap waktu pengamatan (P<0,05) (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh Aplikasi Rootone F terhadap Jumlah Tunas pada Beberapa Waktu Pengamatan (hst) pada Pertumbuhan Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali).

Waktu Pengamatan
(hst) Perlakluan
Kontrol Rootone F
100 ppm Rootone F
150 ppm RootoneF
200 ppm
30 2,36a 2,71a 2,58a 2,62a
60 5,90b 7,67b 6,44ab 6,40ab
90 6,87b 10,20b 9,40bc 8,40b
120 10,58c 11,94b 11,00c 10,46b
Keterangan: Tanda huruf kecil yang berbeda di belakang angka pada masing-masing kolom menunjukkan bahwa nilai berbeda nyata berdasarkan uji BNJ, α = 0,05; hst = hari setelah tanam.

Pengaruh aplikasi Rootone F terhadap tinggi tanaman pada pertumbuhan Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) menunjukkan tidak ada beda nyata antar masing-masing perlakuan terhadap waktu pengamatan (P>0,05) (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh Aplikasi Rootone F terhadap Tinggi Tanaman (cm) pada Beberapa Waktu Pengamatan (hst) pada Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali).



Waktu Pengamatan
(hst) Perlakluan
Kontrol Rootone F
100 ppm Rootone F
150 ppm RootoneF
200 ppm
30 13,19a 13,49a 12,56a 14,37a
60 14,28a 16,37a 14,03a 14,98a
90 14,84a 17,27a 15,60a 15,94a
120 15,89a 17,57a 15,64a 17,68a

G. Penafsiran data
Jumlah tunas bertambah seiring dengan lama waktu pengamatan (hst). Pertambahan jumlah tunas secara nyata dapat dilihat pada semua perlakuan. Pada perlakuan menggunakan Rootone F 100 ppm dan 150 ppm, pada 30 hst jumlah tunas meningkat tiga kali lipat pada 60 hst dan terus bertambah pada 90 hst dan 120 hst. Hal ini disebabkan tanaman mulai merespon keberadaan zat pengatur tumbuh, sehingga perkembangan akar baik dan menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas penyerapan unsur – unsure hara dalam media oleh akar. Kondisi ini menyebabkan tanaman dapat melaksanakan proses fisiologisnya untuk pertumbuhan vegetatifnya (Hidayati dan Saefudin, 2002). Sedangkan pada perlakuan Rootone F 200 ppm jumlah tunas terus bertambah namun tidak ada perbedaan yang nyata pada pertambahan tunas. Jumlah tunas berkisar antara 2,62 -10,46 helai Rootone F 200 ppm. Hal ini dimungkinkan pada konsentrasi tersebut tanaman sudah mencapai optimum untuk proses fisiologis sehingga pembentukan akar ataupun pertumbuhan vegetatifnya untuk pembentukan tunas telah mencapai optimum. Tinggi tanaman bertambah seiring dengan lama waktu pengamatan (hst), namun tidak terdapat pertambahan tinggi secara nyata pada semua perlakuan dan waktu pengamatan. Hal ini disebabkan tanaman telah merespon keberadaan zat pengatur tumbuh untuk pertumbuhan vegetatifnya yaitu tanaman menjadi lebih tinggi dan pertumbuhan telah mencapai titik optimum (Hidayati dan Saefudin, 2002). Selain itu dimungkinkan pertambahan tinggi tanaman merupakan pemanfaatan vegetatif yang meliputi pemeliharaan dan cadangan makanan dan bukan merupakan fungsi – fungsi pertumbuhan. Pada pertumbuhan vegetatif Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) jumlah tunas yang muncul juga berhubungan dengan tinggi tanaman, yaitu semakin banyak tunas (daun) maka terjadi penaungan yang dapat meningkatkan kandungan dan aktivitas dari auksin sehingga ruas tanaman menjadi semakin panjang yang berarti meningkatkan pula tinggi tanaman (Wiriadinata dan Girmansyah, 2001). Selain karena pengaruh adanya zat pengatur tumbuh, dimungkinkan pertambahan tunas dan tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh media yang digunakan dalam penelitian. Menurut Putri, dkk (2006, 2007), media yang mengandung pasir dan arang yang dapat menciptakan kondisi porous, karena hampir seluruh marga Rhododendron memerlukan aerasi yang baik. Hal ini dukung oleh pendapat Kelley & Drain (1994), bahwa Rhododendron akan tumbuh dengan baik pada sirkulasi air dan udara yang baik, kondisi air yang cukup, tidak kelebihan atau kekurangan air. Hal ini disebabkan akar – akar Rhododendron tumbuh sangat dekat dengan permukaan media, apabila kelebihan akan menyebabkan kebusukan dan apabila kekurangan akan menyebabkan tidak dapat membentuk akar dan menghambat pertumbuhan akar. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi juga faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Kebanyakan Rhododendron akan tumbuh dengan baik pada suhu yang rendah (± 21 oC). Namun tidak dapat terpapar matahari atau cahaya secara langsung atau berlebihan, yaitu sekitar 85 % (Kelley & Drain, 1994). Selama penelitian suhu udara harian (T harian) berkisar antara 15,31 – 23,76 oC dan kelembaban udara harian (Rh harian) berkisar antara 56,20 – 85,34 %. Kondisi ini memenuhi syarat pertumbuhan Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) selama penelitian. Hidayati dan Saefudin (2002) menyatakan bahwa suhu udara berpengaruh pada pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman dengan cara mempengaruhi laju Jurnal Biologi Volume XIII No.1 JUNI 2009 20 pertumbuhan dan laju perkembangan serta masa hidup suatu tanaman. Laju perkembangan ini mempengaruhi panjang fase vegetatif yang juga menentukan panjang fase reproduktifnya.

F. Kesimpulan
Pertumbuhan vegetatif Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) pada penelitian ini secara umum dipengaruhi oleh lama waktu pengamatan (hari setelah tanam = hst) tetapi tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya konsentrasi zat pengatur tumbuh ((ZPT). Pertumbuhan vegetatif Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali) mulai meningkat pada 90 hst dan mencapai optimum pada 120 hst. Sedangkan kondisi lingkungan selama penelitian memenuhi syarat pertumbuhan Rhododendron javanicum Benn. (Batukau, Bali).

1 komentar:

  1. pernah penelitian di Kebun Raya bALi?
    dibawah bimbingan siapa ya???

    BalasHapus